4. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.
Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Landasan
filosofi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah
konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar
tidak hanya sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan
di benak siswa sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan
menjadi fakta-fakta atau proporsi yang terpisah, tetapi mencerminkan
keterampilan yang dapat diterapkan.
Dalam
konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya,
dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Siswa perlu
menyadari bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan
demikian siswa memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu
bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi
dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya ini, siswa memerlukan
guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam
pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuan belajar. Oleh karena itu guru lebih banyak berurusan dengan
strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi
anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (pengetahuan, keterampilan)
datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata guru.
Pembelajaran kontektual merupakan salah satu dari sekian banyak model pembelajaran,
pembelajaran kontekstual dikembangkan dengan tujuan membekali siswa
dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu
permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks
lainnya.
a. Perbedaan pembelajaran kontektual dan konvensional
Pola
pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional yang
selama ini dikenal. Perbedaan tersebut tergambar dalam tabel berikut.
Pembelajaran Konvensional
|
Pembelajaran Kontektual
|
· Menyandarkan pada hafalan
|
· Menyandarkan pada memori spasial
|
· Pemilihan informasi ditentukan oleh guru
|
· Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan individu siswa
|
· Cenderung terfokus pada satu bidang tertentu
|
· Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang
|
· Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan
|
· Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa
|
· Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian ulangan
|
· Menerapkan penilaian auntentik melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah
|
b. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual.
Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (contructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika
menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Model
pembelajaran kontektual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja,
bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual
Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam kelas secara garis besar mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1). Kembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya
2). Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3). Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4). Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
5). Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6). Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7). Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
d. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
kontekstual menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang menghubungkan
pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan
sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peran
guru. Untuk itu guru dalam menggunakan pendekatan pengajaran konekstual
memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1). merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental siswa (developmentally appropriate)
2). membentuk group belajar yang saling ketergantungan (interdependent learning group)
3). Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self regulated learning) yang mempunyai karakteristik : kesadaran berfikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.
4). Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of student)
5). Memperhatikan multi-intelegensi siswa (mltiple
intelligences), spasial-verbal, linguistic-verbal, interpersonal,
musikal ritmik, naturalis, badan-kinestetika, intrapersonal, dan
logismatematis. (Gardner, 1993)
6). Menggunakan
teknik-teknik bertanya yang meningkatkan pembelajaran siswa,
perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berfikir tingkat tinggi.
7). Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).
a. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
1). Adanya kerjasama
2). Saling menunjang
3). Menyenangkan, tidak membosankan
4). Belajar dengan bergairah
5). Pembelajaran terintegrasi
6). Menggunakan bebagai sumber
7). Siswa aktif
8). Sharing dengan teman
9). Siswa kritis, guru kreatif
10). Laporan kepada orang tua berujud, rapor, hasil karya siswa, laporan praktikum, dan karangan siswa, dll.
f. Penilaian
Penilaian dilakukan dengan menggunakan penilaian authentik, yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1). Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
2). Menggunakan penilaian formatif maupun sumatif
3). Mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta
4). Berkesinambungan
5). Terintegrasi
6). Digunakan sebagai umpan balik.
Hal-hal yang digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa meliputi :
1). Penilaian kinerja (performance assessment)
2). Observasi Sistematik (Systematic observation)
3). Portofolio (portofolio)
4). Jurnal Sain (Journal)
5). Penilaian mencakup umpan balik dan berbagai bentuk refleksi
4. Mengembangkan sikap kritis dan kreatif siswa
Sebagai
salah satu ciri pembelajaran kontekstual adalah sikap kritis siswa dan
kreatif guru dalam proses pembelajaran. Berfikir kritis dan kreatif
merupakan komponen utama berfikir tingkat tinggi (higher order thinking).
Proses berfikir tingkat tinggi harus dikembangkan pada setiap diri
siswa. Hal ini merupakan tugas guru, karena guru harus megembangkan
potensi siswa semaksimal mungkin hingga mencapai kemampuan yang tinggi
pada setiap diri siswa. Oleh karena itu pembelajaran dituntut dapat
mengembangkan siap kritis dan kreativitas siswa. Sikap kritis dan
kreatifitas siswa dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang berpusat
pada otak kanan. Otak kanan mempunyai kemampuan berfikir kreatif,
holistik, spasial. sedangkan otak kiri mengembangkan kemampuan berfikir
rasional, analitis, linier. Otak kiri mengendalikan wicara dan otak
kanan mengendalikan tindakan. Tabel berikut ditunjukkan perbedaan proses
berfikir otak kiri dan kanan.
Berfikir Konvergen
(Proses di belahan otak Kiri)
|
Berfikir Divergen
(Proses di belahan otak kanan)
|
1. tertarik pada proses penemuan yang bersifat bagian-bagian dari suatu komponen.
2. proses berfikir analisis
3. proses berfikir yang mementingkan tata urutan secara sekuensial dan serial
4. proses berfikir temporal, terikat pada waktu kini
5. proses berfikir verbal, matematis, notasi musikal.
|
1. tertarik
pada proses pengintegrasian dari bagian-bagian suatu komponen menjadi
satu kesatuan yang bersifat utuh dan menyeluruh
2. proses berfikir yang bersifat relasional, konstruksional, dan membangun suatu pola.
3. proses berfikir simultan, dan paralel
4. proses berfikir lintas ruang, tidak terikat pada waktu kini
5. proses berfikir yang bersifat visual, lintas ruang dan musikal.
|
Berikut disajikan berbagai perilaku dan kaitannya dengan berfikir kreatif dan kritis pada diri siswa.
PERILAKU
|
TERKAIT DENGAN
|
¨ Bosan dengan tugas rutin; menolak membuat pekerjaan rumah
¨ Tidak berminat terhadap detail dan pekerjaan kotor
¨ Membuat lelucon atau komentar pada saat tidak tepat
¨ Menolak otoritas, tidak konformistis, keras kepala
¨ Sukar beralih pada topik lain
¨ Emosional sensitif, overacting, cepat marah atau menangis kalau ada yang salah
¨ Kecenderungan dominasi
¨ Sering tak setuju ide orang lain atau tak setuju ide gurunya
¨ Kritis terhadap diri, tak sabar menghadapi kegagalan
¨ Kritis terhadap guru dan orang lain.
| Kreativitas
¨ Toleransi tinggi untuk makna ganda,
¨ Berfikir bebas, divergen
¨ Berani ambil resiko
¨ Imaginatif, sensitif
Motivasi
¨ Tekun dalam bidang yang diminatinya
¨ Intens dalam menghayati perasaan dan nilai
¨ Bebas
Berfikir kritis
¨ Dapat melihat kesenjangan antara kenyataan dan kebenaran
¨ Mengacu pada hal-hal yang ideal
¨ Mampu menganalisis dan evaluasi.
|
KEPUSTAKAAN
Johnson, Elaine B. (2002). Contextual Teaching and Learning. California : A Sage Publications Company.
Laster, Lan. (1985). The school of the future : some teachers view on education in the year 2000. UK.
Reigeluth, C.M. (1983). Instruction design theories and models, an overview of their current status. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar