- Prestasi, Wanprestasi dan Akibatnya
Dari pasal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perikatan, pengertian “memberi sesuatu” mencakup pula kewajiban untuk menyerahkan barangnya dan untuk memeliharanya hingga waktu penyerahannya.
Istilah “memberikan sesuatu” sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1235 KUHPerdata tersebut dapat mempunyai dua pengertian, yaitu:
- Penyerahan kekuasaan belaka atas barang yang menjadi obyek perjanjian.
- Penyerahan hak milik atas barang yang menjadi obyek perjanjian, yang dinamakan penyerahan yuridis.
Pada umumnya debitur dikatakan wanprestasi manakala ia karena kesalahannya sendiri tidak melaksanakan prestasi, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak diperbolehkan untuk dilakukan. Menurut R.Subekti, melakukan prestasi tetapi tidak sebagaimana mestinya juga dinamakan wanprestasi. Yang menjadi persoalan adalah sejak kapan debitur dapat dikatakan wanprestasi. Mengenai hal tersebut perlu dibedakan wujud atau bentuk prestasinya. Sebab bentuk prestasi ini sangat menentukan sejak kapan seorang debitur dapat dikatakan telah wanprestasi.
Dalam hal wujud prestasinya “memberikan sesuatu”, maka perlu pula dipertanyakan apakah di dalam perjanjian telah ditentukan atau belum mengenai tenggang waktu pemenuhan prestasinya. Apabila tenggang waktu pemenuhan prestasi sudah ditentukan dalam perjanjian, maka menurut Pasal 1238 KUHPerdata, debitur sudah dianggap wanprestasi dengan lewatnya waktu pemenuhan prestasi tersebut. Sedangkan bila tenggang waktunya tidak dicantumkan dalam perjanjian, maka dipandang perlu untuk terlebih dahulu memperingatkan debitur guna memenuhi kewajibannya, dan jika tidak dipenuhi, maka ia telah dinyatakan wanprestasi.
Surat peringatan kepada debitur tersebut dinamakan somasi, dan somasi inilah yang digunakan sebagai alat bukti bahwa debitur telah wanprestasi. Untuk perikatan yang wujud prestasinya “tidak berbuat sesuatu” kiranya tidak menjadi persoalan untuk menentukan sejak kapan seorang debitur dinyatakan wanprestasi, sebab bila debitur melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang dalam perjanjian maka ia dinyatakan telah wanprestasi.
Wanprestasi berarti debitur tidak melakukan apa yang dijanjikannya atau ingkar janji, melanggar perjanjian serta melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukannya. Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. Debitur dianggap wanprestasi bila ia memenuhi syarat-syarat di atas dalam keadaan lalai maupun dalam keadaan sengaja. Wanprestasi yang dilakukan debitur dapat berupa 4 (empat) macam:
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
- Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
- Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
- Debitur sama sekali tidak berprestasi, dalam hal ini kreditur tidak perlu menyatakan peringatan atau teguran karena hal ini percuma sebab debitur memang tidak mampu berprestasi;
- Debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya, dalam hal ini debitur sudah beritikad baik untuk melakukan prestasi, tetapi ia salah dalam melakukan pemenuhannya;
- Debitur terlambat berprestasi, dalam hal ini debitur masih mampu memenuhi prestasi namun terlambat dalam memenuhi prestasi tersebut.
- Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi;
- Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian;
- Peralihan risiko. Benda yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur;
- Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
- Dapat menuntut pemenuhan perjanjian, walaupun pelaksanaannya terlambat;
- Dapat menuntut penggantian kerugian, berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata, ganti rugi tersebut dapat berupa biaya, rugi atau bunga;
- Dapat menuntut pemenuhan dan penggantian kerugian;
- Dapat menuntut pembatalan atau pemutusan perjanjian; dan
- Dapat menuntut pembatalan dan penggantian kerugian.
R. Subekti mengemukakan bahwa “menurut pendapat yang paling banyak dianut, bukannya kelalaian debitur, tetapi putusan hakimlah yang membatalkan perjanjian, sehingga putusan hakim itu bersifat constitutive dan bukannya declanatoir.
- Keadaan Memaksa (Overmacht)
Akibat overmacht, yaitu:
- Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi;
- Debitur tidak dapat lagi dinyatakan lalai;
- Risiko tidak beralih kepada debitur.
- 3. Risiko
- Hapusnya Perjanjian
- Pembayaran
Pada umumnya, dengan dilakukannya pembayaran, perikatan menjadi hapus, tetepi ada kalanya bahwa perikatan tetap ada dan pihak ketiga menggantikan kedudukan kreditur semula (subrograsi)
- Penawaran pembayaran diikuti penitipan
- Pembaruan Utang (Novasi)
Ada tiga macam novasi, yaitu:
1) Novasi objektif, dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain
2) Novasi subjektif pasif, dimana debiturnya diganti oleh debitur lain
3) Novasi subjektif aktif, dimana krediturnya diganti oleh kreditur lain.
- Perjumpaan Utang (Kompensasi)
- Pencampuran Utang
- Pembebasan Utang
- Musnahnya Barang yang Berutang
“Jika suatu barang tertentu yang dimaksudkan dalam perjanjian hapus atau karena suatu larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tidak boleh diperdagangkan atau hilang hingga tidak terang keadaannya, maka perikatan menjadi hapus, asal saja hapus atau hilangnya barang itu sama sekali di luar kesalahan si berhutang dan sebelumnya ia lalai menyerahkannya.”
Bahkan meskipun ia lalai menyerahkan barang itu, ia pun akan bebas dari perikatan apabila ia dapat membuktikan bahwa hapusnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian di luar kekuasaannya. Barang tersebut juga akan menemui nasib yang sama seandainya barang itu sudah berada di tangannya si berpiutang.
- Kebatalan dan Pembatalan Perikatan
1) Batal demi hukum
2) Dapat dibatalkan
Batal demi hukum terjadi bila kebatalannya didasarkan undang-undang, sedangkan dapat dibatalkan baru mempunyai akibat setelah ada putusan hakim yang membatalkan perbuatan tersebut. Sebelum ada putusan, perbuatan hukum yang bersangkutan tetap berlaku.
- Syarat Membatalkan
- Daluwarsa
Daluwarsa selain sudah ditentukan undang-undang juga dapat diperjanjikan oleh para pihak dalam perjanjian para pihak dapat memperjanjikan lamanya jangka waktu daluwarsa dengan syarat harus lebih pendek dari yang ditetapkan oleh undang-undang.
Ada dua macam daluwarsa, yaitu:
1) Lampau waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu barang
2) Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan.
1) Mengakhiri sewa atas alasan mau dipakai sendiri barang yang disewakan, kecuali hal ini telah ditentukan lebih dulu dalam perjanjian.
2) Pasal 1575 KUHPerdata : perjanjian sewa-menyewa tidak hapus atau tidak berhenti dengan meninggalnya salah satu pihak. Meninggalnya pihak yang menyewakan tidak menyebabkan hapusnya perjanjian sewa-menyewa. Perjanjian dapat dilanjutkan oleh masing-masing ahli waris.
3) Pasal 1585 KUHPerdata : sewa-menyewa perabot rumah tangga yang akan dipakai pada sebuah rumah atau pada sebuah toko, bengkel maupun dalam suatu ruangan, harus dianggap berlaku untuk jangka waktu yang sesuai lamanya dengan perjanjian sewa-menyewa atas rumah, toko, bengkel dan ruangan itu sendiri.
4) Pasal 1586 KUHPerdata : sewa-menyewa kamar beserta perabotnya jika sewanya dihitung pertahun, perbulan, perminggu atau perhari, harus dianggap berjalan untuk satu tahun, satu bulan, satu minggu dan satu hari. Jika tidak nyata harga sewa apakah untuk tahunan, bulanan, mingguan atau harian harga sewa harus dipandang sudah diperjanjikan sesuai dengan kelaziman setempat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar