WILUJENG SUMPING..

DUH

Kamis, 29 November 2012

Membentuk Karakter Anak Usia Dini


 

Karakter adalah watak, sifat, atau hal-hal yang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang sehingga membedakan seseorang daripada yang lain. Proses membangun karakter pada anak ibarat mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga ”berbentuk” unik, menarik, dan berbeda antara satu dengan yang lain.
Ada dua faktor yang memengaruhi pembantukan karakter, yaitu bawaan dari dalam diri anak dan pandangan anak terhadap dunia yang dimilikinya. Pada dasarnya, setiap anak memiliki semua perilaku positif sebagaimana telah ditanamkan oleh Sang Pencipta di dalam kodratnya. Masalahnya, kemampuan dasar yang terdapat di dalam diri anak itu tidak bisa berkembang dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan dengan sungguh-sungguh melalui pengasuhan dan bimbingan yang positif dari ibu-ayah.

Masa usia dini adalah masa keemasan. Pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa ini berlangsung sangat cepat dan akan menjadi penentu bagi sifat-sifat atau karakter anak di masa dewasa. Peran ibu-ayah sebagai pendidik pertama dan utama sangat penting untuk memaksimalkan dan memanfaatkan masa ini, tidak dapat digantikan oleh siapapun. Kesuksesan ibu-ayah membimbing anaknya di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak.

Membangun Karakter Sesuai Tahap Perkembangan Anak:

1. Usia 0 hingga 18 Bulan
Tahun pertama kehidupan anak menjadi penting dalam membangun karakter. Caranya dengan membangun kualitas hubungan antara ibu-ayah dan anak. Kepekaan ibu-ayah terhadap kebutuhan anak menjadi akar dari pembentukkan karakter anak. Jika ibu-ayah peka atau tanggap terhadap kebutuhan anak, maka anak akan merasa nyaman dan tumbuh rasa percaya di dalam dirinya.

Contoh, ketika anak menangis, ibu/ayah segera datang dan menenangkannya; ketika lapar, ibu segera menyusuinya. Dari sini anak belajar, peka/tanggap terhadap kebutuhan orang lain adalah hal yang baik untuk dilakukan karena menimbulkan rasa nyaman dan percaya. Sebaliknya, jika ibu-ayah tidak peka/tanggap terhadap kebutuhan anaknya di tahun pertama kehidupan, anak akan merasa tidak nyaman, sehingga tidak tumbuh rasa peka dan percaya terhadap orang lain di dalam dirinya.

2. Usia 18 Bulan hingga 3 Tahun
Anak belum dapat memahami apa yang benar dan salah. Anak belum memahami jika memukul orang lain itu salah, misalnya. Anak mengetahui perbuatan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan karena ibu-ayah memberitahukannya atau karena ibu-ayah memberinya konsekuensi. Pada tahap ini anak belajar, mematuhi ibu-ayah adalah suatu norma.

3. Usia 3 hingga 6 Tahun
Anak mulai menjiwai nilai-nilai yang diterapkan oleh ibu-ayah di dalam keluarga. Anak juga mulai memahami, setiap perbuatannya dapat memiliki akibat tertentu sesuai dengan yang diajarkan oleh ibu-ayah. Misalnya, jika memukul adik, maka adik akan menangis; tangan itu digunakan bukan untuk memukul tetapi untuk melakukan hal yang baik seperti membelai, mengusap, dan mendekap.

Disarikan dari:
Buletin PAUD “Membangun Karakter Anak Usia Dini”
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011


Rabu, 28 November 2012

Fanorama Air Terjun

curug orok,garut,air terjun,jawa baratCurug orok berada di Jl. Raya Bungbulang Desa Cikandang Kecamatan Cikajang, 35 km dari Ibu Kota Kabupaten Garut dan sangat mudah untuk ditempuh. Foto ini merupakan Juara Favorit kategori Panorama dan Lanskap Priangan Timur kontes foto "Pesona Priangan Timur."

Selasa, 27 November 2012

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER dalam DUNIA PENDIDIKAN


Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan. Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu.

Dari sebuah penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk individu yang bersangkutan, seperti: tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. (http://www.pendidikankarakter.com/)
Bagaimana dengan dunia pendidikan kita? Bagaimana dengan peserta didik kita? Apakah mereka sebagai penerus orang-orang yang sekarang sedang duduk dikursi penting pemerintahan negara ini sudah menunjukan kualitas karakter yang baik?

Apakah kejujuran telah tertanam pada diri mereka? Apakah rasa tanggung jawab telah melekat pada diri mereka?

Kalau mereka masih mencontek dalam ulangan, masih berlaku tidak sopan, masih mau berkelahi dengan teman bahkan tawuran, dan masih menunjukkan karakter buruk lainnya yang tidak kita inginkan, maka inilah tantangan kita sebagai guru untuk memperbaikinya, sanggup?

Ada 18 nilai karakter yang mesti ditanamkan pada diri peserta didik kita, yaitu: (1) Religious, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa ingin tahu, (10) Semangat kebangsaan, (11) Cinta tanah air, (12) Menghargai prestasi, (13) Bersahabat/komunikatif, (14) Cinta damai, (15) Gemar membaca, (16) Peduli lingkungan, (17) Peduli sosial, (18) Tanggungjawab.

Pendidikan karakter terhadap peserta didik sebenarnya bukan hanya beban guru di sekolah saja.

Pendidikan karakter menuntut pelaksanaan oleh 3 pihak secara sinergis, yaitu: orang tua, sekolah, dan masyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti: 1). Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. 2).Karakter juga bisa bermakna "huruf".
Menurut (Ditjen Mandikdasmen - Kementerian Pendidikan Nasional), Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,  bangsa  dan  negara.  Individu  yang  berkarakter  baik  adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.
Gulo W, (1982: 29) menjabarkan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau  dari titik  tolak etis  atau  moral,  misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.
Kamisa, (1997: 281) mengungkapkan bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian.
Wyne mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality
(kepribadian) seseorang.
Alwisol menjelaskan pengertian karakter sebagai penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu.
 

Hujan dalam Kenangan

 
Matamu akan kukenang. Pada gemerincik hujan atau pada air yang menggenang. Pada daun-daun yang basah dan pada nyanyian kodok seusai hujan. Matamu akan kubaca. Pada sapaan petir dan mendungnya awan, dan pada jalanan basah disepanjang luka. Sebab matamu adalah arah. Aku akan berjalan menujunya dan berhenti berpijak dikelopaknya. Matamu bisa kusebut rindu yang menyala. Yang menggonggong serta memanggil hatiku. Karena dalam matamu, aku melihat diriku. Jauh sebelum kau terlelap dan hidup bersamanya.